Fjällräven Discovery: Leave No Trace. FINALLY BROMO!

Akhirnya ke Bromo! 

Setelah 3x gagal ke Bromo, akhirnya kesampaian juga untuk eksplor keindahan alam Bromo. Pertama, dulu aku ikut klub fotografi di kampus dan akan hunting foto di Bromo, tapi gak dibolehin ortu karena ada pacar ikut. Maklum backstreet, jadi ga dapet restu. Akhirnya DP perjalanan hangus. 

Kedua, aku sudah pesan tiket kereta pulang-pergi dan rencana akan menginap di homestay teman. Tapi 3 jam sebelum keberangkatan batal, karena aku memutuskan untuk ga pergi ke stasiun. Alasannya? Virus Covid yang masih merebak tahun itu.

Ketiga, waktu itu ada kebakaran di Bromo yang disebabkan oknum pre-wedding yang menggunakan flare. Padahal aku dan teman-teman sudah berada di Malang dan memasukkan itinerary untuk eksplor lautan pasir Bromo, dan sekitarnya. Jadi wisata ke Bromo ditutup sementara saat itu.

Di pertengahan tahun 2024, ka Ulfa ngajakkin aku buat ke Bromo untuk ikut Fjällräven Discovery Bromo. Waktunya pas sekali H-1 bulan sebelum keberangkatan kami menuju ke Everest Base Camp. Jadi ini adalah ide yang bagus, sekaligus melatih stamina dengan trekking rute panjang. 


Rediscovering Bromo


Fjällräven Discovery terinspirasi dari Fjällräven Classic Sweden. Fjällräven Classic dimulai dari tahun 2006 dan sudah diadakan di beberapa negara lainnya seperti Korea, USA, Chile, Germany, Denmark, dan UK. Kegiatan outdoor ini dilakukan untuk menginspirasi lebih banyak orang kembali ke alam. 

Konsepnya sederhana tapi sangat bermakna. Kita akan menikmati keindahan alam dengan berjalan kaki, membawa perlengkapan sendiri, dan tentu menjaga alam dengan membawa kembali sampah yang dihasulkan. Gak ada kompetisi di sini, just enjoy the journey and the view!

Fjällräven Discovery Bromo ini versi lebih pendek dan acccessible dari Fjällräven Classic tapi tetap mempertahankan esensi yang sama. Soalnya kalo di luar negeri Fjällräven Classic diadakan dengan rute yang lebih panjang dan waktu yang lama. 

Nature is My Playground


Alasan utama kenapa aku pengen banget ikut Fjällräven Discovery Bromo karena rute yang kita lewati adalah rute spesial yang hanya diakses saat Fjällräven Discovery Bromo aja! Jadi ini bukan rute biasa yang didatangi wisatawan pada umumnya yang biasanya diakses menggunakan jeep. 


Konsep besarnya, ini adalah long trekking dan kita harus membawa semua peralatan pendakian masing-masing. Kita akan melewati lautan pasir bromo yang luas, hutan, savana, perkebunan warga sekitar lebih dari 30 km. Selama 3 hari 2 malam, kami akan menginap di area Bromo dengan sunrise yang cantik sekali! Gak ada reach summit di long trekking ini. Pokoknya nikmati aja perjalan mengelilingi kaldera Bromo. 

Cuaca saat siang hari cukup terik tapi terasa sejuk. Terwajib banget harus bawa buff karena pasir debu Bromo yang berterbangan kencang. Kalau malam hari, suhu justru bisa dingin sekali bahkan bisa sampai dibawah 0 derajat celcius. Di hari kedua, pagi hari terlihat es yang menghiasi tenda kami. Jadi jangan lupa bawa perlengkapan yang sesuai untuk long trekking di Bromo.


Leave with no Trace


Kami disediakan makanan cepat saji seperti; semur ayam, soto, bubur, nasi yang dapat dimasak dan dipanaskan dengan air mendidih. Nah semua sampah yang kita hasilkan termasuk sampah bungkus makanan tersebut harus kita bawa sampai kembali ke garis finish di Hotel Lava View. Sampah tidak boleh ditinggal di area camp. Pokoknya semua peserta turut berkontribusi menjaga kebersihan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 

Gak heran yah, kalo gak semua titik di area Bromo gak dibuka buat umum. Bukan karena persoalan ladang ganja, tapi gak kebayang aja kalo jalur ini dibuka bakal gimana tanggung jawab orang-orang untuk bawa balik sampahnya. Apalagi area Bromo luas banget!


Oya, sepanjang trek akan ada refreshment point dan ternyata kita disuguhkan minuman dari Tuku! Aseliii ini tuh booster banget. Jadi biasanya di refreshment point itu kita sekalian makan siang juga. Nah setiap kita sampai di refreshment point dan campsite, kita bakal dapet stamp. Setelah menyelesaikan seluruh rangkaian trekking, kita dapet medali. Seru banget kayak habis marathon lari dapet medali gitu.

Buatku, perjalanan ini bukan hanya soal menaklukkan jalur, tapi tentang recharge energy dengan alam dan tentang teman seperjalanan yang membuat perjalanan ini lebih berkesan. Sampai jumpa kembali Bromo! 

_____

Keep in Touch
Thanks for reading!

0 komentar:

EVEREST BASE CAMP TREK: AKLIMATISASI DI NAMCHE BAZAAR

Hari ketiga pendakian ke Everest Base Camp via Gokyo, kami tiba di Namche Bazaar. Sebuah desa kecil nan menawan di jantung Pegunungan Himalaya, Nepal. Namche Bazaar terletak di ketinggian 3440 mdpl, kalau di Indonesia kurang lebih seperti berada di Puncak Rantemario, Gunung Latimojong Sulawesi Selatan. Kalo dulu lihat Dataran Tinggi di Dieng atau Dusun Butuh di Lereng Gunung Sumbing yang dibilang Nepal van Java, akhirnya kesampaian juga menginjakkan kaki di Namche Bazaar!

Biasanya para pendaki akan melakukan aklimatisasi di Namche Bazaar sebelum melanjutkan perjalanan ke Everest Base Camp atau gunung-gunung lainnya di Himalaya. Kami menginap dua malam di Hotel Snow Land, Namche Bazaar. Penginapan di sini masih dilengkapi dengan kamar mandi dalam dan fasilitas charging gratis. Tapi aku sempat menggunakan fasilitas air hangat untuk mandi dan membayar sebesar 600 NPR (sekitar Rp70ribuan).

Vlog: Part-1 14 Days Everest Base Camp via Gokyo

Aklimatisasi adalah penyesuaian tubuh dengan ketinggian tertentu. Perumpamaannya seperti ini; aku pernah mendaki ke Gunung Kerinci di ketinggian 3805 mdpl, sedangkan titik yang akan kucapai lebih dari 5000 mdpl, yaitu Gokyo Ri, 5357 mdpl, Kala Pathhar 5644 mdpl, dan Everest Base Camp 5364 mdpl. Jadi tubuh ini harus beradaptasi dengan suhu dan ketinggian agar dapat bertahan hingga titik tujuan.

Dari Namche Bazaar, aku akan aklimatisasi ke Sagarmatha Next (3775 mdpl) dan Hotel Everest View (3800 mdpl), lalu kembali ke Namche Bazaar lagi. Begitulah cara kerja aklimatisasi, naik-turun ketinggian untuk beradaptasi. Hal ini harus dilakukan untuk menghindari resiko terkena penyakit ketinggian Acute Mountain Sickness (AMS).


Namche Bazaar menawarkan perpaduan sempurna antara keindahan alam dan alam yang menakjubkan dan kekayaan budaya Sherpa yang unik. Mungkin sebagian besar orang menganggap Sherpa adalah sebutan untuk porter dan identik sebagai pemandu lokal. Tapi sebenarnya Sherpa adalah nama suku! Sherpa adalah kelompok etnis yang berasal dari Tibet Timur. 

Mereka terkenal karena ketangguhannya untuk bertahan dalam ketinggian ekstrem dan kekuatannya untuk membawa barang-barang pendakian dalam jumlah besar. Dalam kehidupan sehari-hari, Sherpa memiliki mata pencaharian sebagai petani dan peternak. 

Namun dalam dunia pendakian, Sherpa bekerja sebagai pemandu lokal atau porter yang bertanggung jawab atas keselamatan para pendaki dan memastikan kebutuhan pendakian cukup. Tapi sebenarnya tidak semua porter yang membawa barang pendakian disebut Sherpa karena belum tentu mereka berasal dari Suku Sherpa.

Salah satu tokoh Sherpa yang terkenal adalah Sherpa Tenzing Norgay, yang menjadi deretan orang pertama dan menemani Sir Edmund Hillary ke Puncak Everest, Puncak Tertinggi di Dunia pada tahun 1953. Akupun sangat beruntung dan bersyukur, pemandu lokal kami Pasang dan Phuri juga adalah Sherpa yang sangat tangguh dan passionate dalam dunia pendakian. Bagiku kehadiran Sherpa sangat penting dalam pendakian kami menuju ke Everest Base Camp.


Bisa dibilang Namche Bazaar adalah desa dengan fasilitas yang sangat lengkap dan memanjakan mata. Selain penginapan, ada banyak restoran, kafe, toko perlengkapan outdoor, toko souvenir, salon, hingga apotek! Rasanya aku ingin stay lebih lama untuk eksplor Namche Bazaar. Ada beberapa tempat lain yang bisa kita kunjungi saat berada di Namche Bazaar seperti Museum Sherpa dan Sagarmatha National Park Museum.

Hujan sepanjang hari menemani perjalanan kami saat melakukan aklimatisasi. Tapi aku senang sekali bisa menyempatkan diri untuk mengunjungi Sagarmatha Next. Sebuah tempat yang mengusung sustainability dan waste management yang ada di Pegunungan Himalaya. Bayangkan ada tempat semacam ini di ketinggian sekitar Gunung Rinjani lho! Tempat ini hanya berbeda 200 meter elevasi sebelum Hotel Everest View. Pastikan kamu mengunjungi Sagarmatha Next saat aklimatisasi ya!

Hotel Everest View terkenal akan panorama Gunung Everest dan deretan pegunungan Himalaya lainnya saat cuaca cerah. Sayangnya, saat itu cuaca hujan sehingga gunung es terlihat menampakkan saljunya tipis-tipis. Tapi sebenarnya, aku penasaran juga lho kalau menginap di Hotel Everest View itu kayak gimana ya? Kali aja next time ada kesempatan untuk berkunjung lagi.

Tonton video perjalananku menuju ke Everest Base Camp di channel Youtube: Pinktravelogue ya! Semoga bisa menjadi referensi perjalananmu dan selamat mendaki online!

_____

Keep in Touch
Thanks for reading!

0 komentar: