Perjuangkan RUU Masyarakat Adat Jaga Hutan Indonesia

Foto bersama Masyarakat Adat dari Suku Batak, Suku Osing, dan Suku Beribe.

Tak terasa, sudah lewat setengah tahun ini kita jalani. Bulan Agustus terasa istimewa karena kita merayakan beberapa hari penting. Selain merayakan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-77 tanggal 17 Agustus, kita juga merayakan Hari Hutan Indonesia tanggal 8 Agustus dan Hari Masyarakat Adat Sedunia tanggal 9 Agustus lho!

Rasanya ini momentum yang pas untuk tetap mengobarkan semangat perjuangan di era globalisasi dan modernisasi. Perjuangan kita belum selesai untuk menjaga hutan, memberi dukungan dan mendorong pemerintah mengesahkan Rencana Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat. 

Indonesia tak sekadar kaya akan keanekaragaman hayati, tapi juga alam yang mempesona, dan beragam suku, tradisi budaya yang melekat sebagai identitas. Hal tersebut tentu tak terlepas dari Masyarakat Adat yang menjaga alam dan menjunjung tinggi warisan nilai leluhur. Suku adalah bagian dari masyarakat adat dan Indonesia memiliki banyak sekali suku dari berbagai daerah. Sebut saja ada Suku Dayak, Suku Tengger, Suku Sasak, Suku Osing, Suku Asmat, dan masih banyak lagi!

Masyarakat Adat Jaga Hutan


Masyarakat adat merupakan kelompok masyarakat yang menempati wilayah turun-temurun, memiliki wilayah adat yang mengikat, pengurus adat, dan pastinya ada hukum adat yang berlaku dan dihormati. Hukum adat yang berlaku untuk mengembalikan keseimbangan ekosistem.

Masyarakat adat memiliki hubungan kuat dengan alam. Mereka mengambil secukupnya agar kelak anak cucu masih bisa menikmatinya. Terlebih lagi karena mereka menganggap hutan juga sebagai tempat leluhur yang harus dihormati. 

Ciri-ciri Masyarakat Adat.

Salah satu Hutan Adat yang ada di Indonesia yaitu Hutan Adat Depati Karo Jaya Tuo yang terletak di Kabupaten Merangin, Desa Rantau Kermas Jambi. Pengelolaan hutan ini berdasarkan Hukum Adat. Masyarakat tidak boleh menebang pohon atau membuka lahan sembarangan. Jika melanggar akan dikenakan hukum adat. 

Mereka memiliki Tanah Ajum yang digunakan untuk berkebun untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, seperti kebun kopi, kulit manis, kentang, cabe, dan jahe. Selain itu juga ada Tanah Arah yang digunakan untuk pemukiman. 


Ini pengalamanku waktu berkunjung ke Kampung Adat Lewokluok dan menggunakan pakaian adatnya. Atasannya disebut Baju Senui dan kain tenun bawahnya disebut Keriot Kinge. Ditenun langsung oleh para perempuan Lewokluok dari serat pohon kapas yang ada di sana. Kinge merupakan sebutan untuk kerang yang ditenun di pakaian itu, melambangkan bintang sebagai petunjuk waktu. Hebatnya masyarakat adat dapat menentukan waktu dari alam semesta.

Pakaiannya berwarna hitam dan merah melambangkan keberanian, karena setiap masyarakat Lewokluok akan berjuang walau sampai mati untuk mempertahankan tanahnya. Begitu dalam filosofi dari pakaian adat Lewokluok. Selain itu, makanan yang tersedia di sana juga diambil dari alam. Masyarakat adat menjaga tanahnya dengea mengelolanya secara arif. Ambil secukupnya dan tidak untuk dieksploitasi. Mereka memiliki hubungan kuat dengan adat, tradisi, dan alam. 

Peran Masyarakat Adat 


Masyarakat adat mengelola sumber daya alam dengan arif dan bijaksana. Keberadaannya sangat dekat dengan alam, perannya menjadi garda terdepan menjaga hutan. Bahkan mereka rela mengorbankan diri untuk melindungi wilayah adatnya.

  • Ritual Adat untuk Menjaga Lingkungan
Menurut saya, hebatnya masyarakat adat adalah mereka memiliki kearifan lokal untuk melestarikan alam. Misalnya dengan ritual adat atau festival adat yang dilaksanakan dalam waktu tertentu. Waktu mengikuti Festival Lewetaka di Banda Neira, saya menyaksikan Ritual Kasi Makan Negeri yang dilakukan masyarakat adat. Hal itu dipercaya sebagai ungkapan syukur atas hasil alam yang memenuhi kehidupan dan memohon berkat untuk kelangsungan hidup.


Dalam ritual tersebut, tetua adat membawa tampa siri yang cara pembuatannya dilakukan berdasarkan adat dan bahan-bahannya juga berasal dari alam. Di Maluku juga mereka mengenal Sasi, yaitu tidak mengambil komoditi sumber daya alam dalam waktu terntu untuk menjaga kelestarian dan keseimbangannya. Jika kamu pernah mendengar Festival Ulat Sagu di Papua, itu juga salah satu festival yang dilaksanakan agar eksistensi masyarakat dan hutan tetap terjaga. 

  • Masyarakat Adat Seniman Sejati
Masyarakat Utik yang tinggal di Sungai Panjang Iban masih bergantung dengan alam. Mereka menenun dan menghasilkan produk tenun kain dan tas. Tenun yang dihasilkan berupa motif yang rapi, penuh makna, dari benang per benang tanpa catatan desain. Saya takjub dengan keahlian masyarakat adat yang sangat kreatif. Saya juga pernah melihat sendiri para perempuan menenun Desa Suku Sade di Lombok. Saya mencobanya dan itu sulit!

  • Perempuan Adat 
Peran masyarakat adat juga tak terlepas dari Perempuan Adat yang memiliki peran penting. Para perempuan menjaga ketahanan pangan keluarga, untuk memberi makan dan obat. Termasuk aktivitas berladang yang dilakukan perempuan untuk menghasilkan bahan pangan. Bisa jadi, bahan makanan yang kita olah dan santap sekarang merupakan hasil dari peran perempuan adat. Saat di Hutan Perempuan, perempuan memiliki peran untuk menjaga hutan karena hanya kaum hawa yang bisa masuk ke dalamnya untuk mengambil bahan pangan, seperti kerang, udang, dan kepiting bakau. 

Ancaman Masyarakat Adat


Masalah besar Masyarakat Adat kini adalah perampasan wilayah adat. Hutan ditebang untuk eksploitasi. Tanpa ada izin atau musyawarah sebelumnya. Padahal bagi mereka, hutan bagai supermarket yang memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk kebutuhan kita juga lho! 

Saat ini contohnya ada pembangunan waduk di Nagekeo, Kabupaten Ngada di Nusa Tenggara Timur. Lokasi pembangunan waduk mengambil tempat pemukiman, perladangan, dan kuburan leluhur mereka. Walaupun sudah diberikan alternatif, namun suara mereka tetap menjadi minoritas. 
"Jika wilayah adat habis, maka masyarakat adat juga habis (tidak ada lagi). Tidak bisa lagi hanya memperjuangkan tari-tarian dan musik saja, tanpa memperjuangkan hak atas wilayah masyarakat adat.", Mina Susana Setra, Deputi IV Sekjen Sosial dan Budaya. Aliansi Masyarakat Adat (AMAN).
Tahu kah kamu kalau Rencana Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat sudah dicanangkan sejak tahun 2010 tapi sampai sekarang belum disahkan?! Padahal mereka berhak mendapatkan jaminan hukum. Di Negara Asia, Undang-undang tentang Masyarakat Adat sudah ada di Filipina. 

Tantangan lain adalah masuknya modernisasi yang terjadi, anak-anak mulai mengenal gadget, dan rasa ketidakpedulian. Maka penting juga untuk memanfaatkan teknologi untuk menyuarakan informasi positif tentang masyarakat adat. Kehidupan mereka akan terancam jika tidak dilindungi. Oleh karena itu, penting untuk mendorong pemerintah segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat.

Menyuarakan Dukungan untuk Masyarakat Adat 


Gerakan Pulang Kampung diinisiasi oleh anak-anak muda, Barisan Pemuda AMAN Nusantara untuk memanggil anak muda di kota untuk kembali 'pulang kampung' membangun dan melindungi wilayah adatnya. Beberapa hal yang dilakukan antara lain mendirikan sekolah adat. Saat ini sudah ada 86 sekolah adat di seluruh Indonesia. 

Selain itu juga ada konservasi berbasis pertanian organik dengan membuat kebun menjadi ekowisata dan agrowisata, membanggun sanggar budaya di komunitas, smartphone movement, dan pendokumentasian data komunitas adat.


Kita juga bisa menyuarakan dukungan untuk masyarakat adat dengan membeli, memakai, dan mengonsumsi hasil produk lokal masyarakat adat. Senangnya waktu acara zoominar bersama Eco Blogger Squad dan AMAN beberapa waktu lalu, aku memperoleh produk lokal hasil non kayu, salah satunya Kopi Serampas. Kopi Serampas merupakan komoditi lokal Hutan Adat Depati Karo Jaya Tuo yang aku ceritakan diatas.

Peran anak muda sangat penting untuk terus menyuarakan dukungan untuk #SahkanRUUMasyarakatAdat. Dengan memanfaatkan media sosial, kita bangun narasi positif tentang masyarakat adat, dari segi kuliner, busana, budaya, dan lainnya dan kaitkan dukunhan untuk mendorong pemerintah mengesahkan RUU Masyarakat Adat. Mari perjuangkan RUU Masyarakat Adat Jaga Hutan Indonesia!
__

Keep in Touch
Thanks for reading!

0 komentar: