Papua tidak perlu diragukan lagi potensi keindahan alam dan sumber daya alam yang luar biasa. Namun, kekayaan sumber daya alam di Papua seringkali disalahgunakan dan merugikan masyarakat setempat. Misalnya aktivitas industri yang tidak bertanggung jawab, seperti eksploitasi laut, industri sawit, dan pertambangan yang menggunakan banyak lahan. Oleh karena itu, EcoNusa hadir untuk membantu menjaga dan melestarikan Hutan Mangrove di Papua.
|
Menjaga Alam dan Budaya dengan Festival Adat. (Sumber foto: EcoNusa/Moch Fikri) |
Eco Nusa Foundation
Yayasan Ekosistim Nusantara Bekelanjutan (
EcoNusa) menggelar acara EcoNusa Outlook yang bertema, "Menguatkan Masyarakat, Meneguhkan Hutan Hujan Timur Indonesia". Acara dibuka dengan tarian oleh NOKEN LAB. Awalnya aku bingung melihat tarian yang dibawakan oleh tiga pemuda asal papua ini. Tapi ternyata tarian ini memiliki makna yang mendalam lho!
|
Tarian dari NOKEN Lab. |
Noken dikenal sebagai tas khas dari Papua yang terlihat agak transparan. Namun komunitas bernama NOKEN LAB artinya terbuka dan satu NKRI. Tarian yang dibawakan akulturasi dari gaya Betawi dan Papua, yang artinya walaupun kami gak makan enak, tapi fisik kami tetap kuat. Kami selalu bersyukur dengan apa yang ada dan tidak bersungut-sungut. Luar biasa!
|
(ki-ka) Bapak Matias Mairuma, Bapak Bustar Maitar, Bapak Jimmy Wanma, dan Yuli Fonataba. |
EcoNusa didirikan pada tahun 2017 diprakarsai oleh Bapak Bustar Maitar, yang merupakan seorang tokoh penggiat lingkungan yang lahir dan besar di Papua. EcoNusa Outlook 2020 juga dihadiri oleh Bapak Matias Mairuma selaku Bupati Kabupaten Kaimana, Jimmy Wanma selaku Dosen dan Peneliti Universitas Papua, dan dimoderator oleh Yuli Fonataba, Puteri Indonesia Papua 2018.
EcoNusa menjadikan Indonesia Timur sebagai pusat kegiatan yang meliputi Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara. Hal ini dikarenakan kawasan tersebut memiliki tutupan hutan yang masih terjaga utuh. Total tutupan keempat provinsi tersebut seluas 38.660.805,42 hektare atau 44% dari total tutupan hutan di Indonesia seluas 88.458.514,08 hekare.
|
Pameran Foto di EcoNusa Oulook 2020. |
EcoNusa hadir untuk membangun gerakan kedaulatan masyarakat untuk mengelola dan mengoptimalkan sumber daya alam yang berkelanjutan berdasarkan prinsip adil dan kegiatan bersama dengan masyarakat setempat. Beberapa kegiatan yang pernah dilakukan antara lain;
1. School of Eco Involvement
Membangun ketahanan masyarakat di sekitar hutan untuk mengelola sumber daya alam di kampungnya. Kegiatan sudah dilakukan oleh 25 kepala kampung di Kampung Klayili, Sorong.
2. School of Eco Diplomacy
Mengorganisir kaum muda khususnya di perkotaan untuk mempromosilan nilai lingkungan yang lebis luas dan mengelola SDA dengan bijaksana.
3. Best Practices
Mengumpulkan cerita sukses masyarakat dalam mengelola sumber daya alam dan mengembangkannya di kampungnya.
4. Policy Advocacy
Dukungan Teknis Tata Kelola Perizinan Konsesi Berbasis Lahan untuk menyelamatkan target lahan seluas 300.000 ha yang sudah diberi izin dan Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon (PPRK).
5. Mari Cerita (Mace)
Menggaungkan cerita-cerita Papua di Jakarta.
Wisata Alam Papua yang Memukau
Papua menjadi salah satu destinasi impianku. Papua itu tak hanya Raja Ampat, tapi masih banyak hidden gems di sana. Salah satunya Distrik Kaimana. EcoNusa Outlook menghadirkan Drs. Matias Mairuma selaku Bupati Kabupaten Kaimana. Beliau menjelaskan tentang potensi sumber daya alam dan wisata di daerahnya, yang mungkin masih jarang diketahui, seperti Teluk Triton, Kolam Sisir, dan Pulau Venu.
|
Ini Teluk Triton ya, bukan Raja Ampat. Bagus banget kan? (Sumber foto: Wikipedia) |
Salah satu keunikan yang dimiliki perairan Kaimana adalah terdapat 15 ekor hiu paus yang berdiam di Teluk Triton. Ikan yang biasanya sering kulihat di foto teman-teman yang pernah menyelam di perairan Kalimantan. Selain itu, biasanya penyelam baru turun ke laut saat sore hari untuk melihat soft coral cantik yang bercahaya saat malam. Aku jadi mau belajar diving deh demi melihat keindahan bawah laut di Kaimana itu.
|
Keindahan Bawah Laut Kaimana. |
Untuk melestarikan keindahan laut Papua dan Indonesia, EcoNusa berkolaborasi dengan Pandu Laut Nusantara, yang melakukan aksi Menghadap Laut 2.0, yaitu bersih-bersih pantai di lebih dari 74 titik di seluruh Indonesia dan mengkampanyekan anti plastik sekali pakai. Kampanye ini jadi pengingat buatku juga untuk mengurangi penggunaan plastik demi menjaga alam.
Tradisi Adat Papua Menjadikan Hutan Sebagai Keluarga
Beragam suku budaya mendiami tanah Papua, salah satunya adalah Suku Kombai di Distrik Bomakia, Kabupaten Boven Digoel. Hutan masih menjadi sumber pangan bagi mereka. Uniknya, Suku Kombai memiliki rumah tertinggi di Indonesia yang dinamakan Rumah Pohon. Rumah ini rata-rata memiliki ketinggi 70 meter untuk menghindari ancaman binatang buas.
|
Rumah Pohon Suku Kombai. (Sumber foto: EcoNusa/Moch Fikri) |
Aku salut sekali karena Suku Kombai masih mempertahankan tradisi adat dan hidup berdampingan langsung dengan alam. Mereka mencari bahan pangan, bahkan alat pembuatannya pun dari alam. Suku Kombai bertahan hidup dan mencari makan dengan cara memburu. Bahan untuk membuat alat berburu diambil dari hutan yang didominasi dari pohon Sagu.
|
Perasaan senang Ketua Pesta Ulat Sagu. |
Tradisi Ulat Sagu menjadi tembok kokoh mempertahankan sisa-sisa hutan di sana. Pesta adat dirayakan sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan, leluhur, alam semesta, dan terutama kepada hutan sebagai sumber kehidupan. Bagi masyarakat Kombai, hutan adalah keluarga yang tak terpisahkan. Kebutuhan pesta dicari langsung dari hutan dan ulat sagu adalah menu utama dalam pesta adat ini.
|
Ulat Sagu sebagai menu utama dalam pesta adat. |
|
Hasil buruan babi juga digunakan sebagai salah satu makanan dari Festival Ulat Sagu (Sumber foto: EcoNusa/Moch Fikri) |
Suku Kombai mempertahankan budaya karena hutan adalah pelindung suku Kombai, apalagi mereka telah banyak kehilangan hutan akibat eksploitasi. Tradisi ulat sagu dilakukan untuk meningkatakan kekerabatan, persahabatan, dan kekeluargaan, serta mendekatkan pemimpin mereka dengan masyarakat hukum adat untuk untuk saling memberi masukan pembangunan ke depannya.
Hutan Mangrove Terbesar Indonesia ada di Papua
Sebelum bicara Hutan Mangrove lebih lanjut, apakah kamu tahu bahwa Hutan Mangrove memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan makhluk hidup? Betapa hutan sangat berarti bagi masyarakat pedalaman Papua dan juga masyarakat Indonesia. Hutan Mangrove berfungsi sebagai sumber pangan, tempat hidup bagi beberapa hewan, mencegah erosi dan abrasi pantai, hingga lokasi ekowisata.
|
Hutan Mangrove di Teluk Bintuni, Papua Barat. (Sumber foto: EcoNusa/Moch Fickri) |
Save Mangrove, Fight Climate Crisis
Sejalan dengan upaya konservasi, EcoNusa juga mengadakan Ekpedisi Mangrove pada tanggal 2-17 Desember 2019, yang diadakan di 5 kabupaten di Papua Barat menggunakan Kurabesi Explorer dengan 2 buah speedboat untuk mengakses langsung ke Hutan Mangrove.
Eskpedisi Mangrove bekerjasama dengan UNIPA dan Balitbangda, dipimpin oleh Bapak Jimmy Wanma selaku Dosen dan Peneliti Universitas Papua. Ekspedisi Mangrove bertujuan untuk mengidentifikasi kawasan mangrove dan potensi sosial ekonominya bagi masyarakat lokal, serta survei vegetasi dan keanekaragaman hayati di sana.
|
Pesisir Mangrove Kampung Air Besar. |
5 Kabupaten yang menjadi tempat Ekspedisi Mangrove adalah Kaimana, Fakfak, Teluk Bintuni, Sorong Selatan, dan Raja Ampat. Tim Ekspedisi juga mengunjungi beberapa kampung di sana. Sebut saja lokasi ekspedisi di Teluk Lumbini, menurut Bapak Jimmy, bisa dikatakan sebagai Hutan Mangrove terbesar di Asia Tenggara bahkan dunia. Kemudian di Kampung Air Besar sebagian masyarakat beragama nasrani namun memiliki kepala distrik beragam muslim. Namun mereka semua tetap rukun dan bekerjasama.
|
Mama Mariam menangkap Karaka (Sumber foto: Kei Miyamoto) |
Kearifan lokal masyarakat Papua sangat menarik perhatianku. Masyarakat menanam bakau untuk mendapatkan hasil pangan seperti udang dan kepiting bakau. Misalnya, Mama Mariam yang menangkap Karaka (Kepiting Hitam) di Perairan Hutan Mangrove di Kampung Madoni, Fak-Fak. Berkat Karaka, Mama Mariam berhasil membawa anaknya hingga tingkat universitas lho! Btw, kalian tahu gak harga seekor kepiting hitam di Kaimana berapa? Rp2000 saja! Aku jadi ingat, dulu papaku pernah mengajar di Kaimana dan bawa pulang oleh-oleh udang, karena di sana harga udangnya murah.
|
Seekor kepiting bakau ini harganya Rp2000 saja. |
Nah, Aku baru tahu lho ternyata jenis Mangrove itu beragam. Dari hasil Ekspedisi Mangrove, ternyata terdapat 2 jenis Mangrove di pesisir Papua Barat, yaitu Mangrove Jernih dan Mangrove Kabur. Selain itu, terdapat 39 jenis dan 19 family (19 jenis mangrove utama dan 20 jenis mangrove asosiasi), serta terdapat 9 jenis mangrove yang memiliki jumlah paling sedikit di alam dan terancam keberadaannya.
|
Tarian Akar Mangrove adalah salah satu keindahan Mangrove yang ditemukan tim Ekspedisi di Kabupaten Fakfak. (Sumber foto: EcoNusa/Kei Miyamoto) |
|
Mangrove Kabur dan Mangrove Jernih di Pesisir Papua. (Sumber: Tim Ekspedisi Mangrove) |
Keanekaragaman hayati inilah yang harus dilestarikan. Yuk kita berkontribusi sekecil apapun untuk turut menjaga hutan mangrove demi masa depan yang lebih baik. Semoga suatu hari aku juga bisa menginjakkan kaki di Tanah Papua.
...
Keep in Touch
8 komentar: