Makanan Favorit dari Hutan

Pernahkah kamu berpikir, darimana asal makanan yang dikonsumsi hari ini? Sadar atau tidak, bahan pangan yang kita konsumsi berasal dari alam dan lingkungan kita, seperti hasil pertanian, perkebunan, peternakan, dan perhutanan. Nah, salah satu makanan favoritku berasal dari hasil hutan, yaitu Jamur Goreng Sambal Matah. Beberapa bahannya berasal dari hutan lho! Kok bisa? Bukannya hutan penghasil kayu? Lebih dari itu, hasil hutan sangat beragam dan bermanfaat.

Bahan Pangan dari Hutan
Kita harusnya turut berbangga karena Indonesia memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia. Berdasarkan ekosistemnya, Indonesia memiliki berbagai macam hutan seperti; Hutan Bakau, Hutan Rawa, Hutan Sabana, Hutan Musim, dan Hutan Hujan Tropis. Hutan Hujan Tropis adalah yang paling banyak ditemukan terutama di Sumatera, Kalimantan, dan Papua karena Indonesia memiliki iklim tropis dan memperoleh sinar matahari serta curah hujan yang tinggi.

Manfaat Hutan
Hutan menjadi habitat bagi keanekaragaman hayati, berbagai tanaman dan hewan endemik tinggal di dalamnya. Hutan merupakan pemasok oksigen terbesar di dunia. Jadi, kebayang gak sih kalau gak ada hutan di muka bumi? Selain itu, hutan dapat mengatasi efek rumah kaca yang menjadi penyebab pemanasan global. Itulah mengapa kita butuh lebih banyak ruang terbuka hijau (baca : hutan) untuk menciptakan iklim yang lebih sejuk. Bukan hanya menjadi penyedia oksigen bagi makhluk hidup di dalamnya, yang tak kalah penting adalah hutan juga menjadi sumber pangan bagi flora, fauna, dan kita tanpa terkecuali.

Hutan Sebagai Sumber Pangan
Hutan adalah sumber kehidupan bagi makhluk hidup; flora, fauna, dan termasuk kita. Aku dibesarkan dan tinggal di kota Jakarta. Masyarakat kota metropolitan yang sibuk dengan segala aktivitas, yang secara sadar atau tidak sadar merusak lingkungannya sendiri. Padahal kita juga merasakan manfaat hutan lho meski tinggal di perkotaan. 

Tahu gak sih kalau sebagian suku adat pun masih bergantung pada hutan untuk bertahan hidup dan mencari makan. Sebut saja masyarakat di Papua dan Kalimantan, mereka yang masih mempertahankan tradisi demi menjaga hutan. Sebenarnya secara tidak langsung, beberapa bahan dan makanan yang kita makan juga berasal dari hutan lho! Bahkan ketika sedang berada di hutan, beberapa tanaman bisa dikonsumsi langsung.

Namun belakangan ini deforestasi menyebabkan hilangnya lahan hutan dan keanekaragaman hayati di dalamnya. Luas hutan semakin berkurang dan dimanfaatkan oleh industri yang tak bertanggung jawab. Percaya gak sih kalau alam akan memenuhi kebutuhan manusia, namun tidak untuk keserakahan manusia.

Makanan Favorit yang Berasal dari Hutan
Kuliner nusantara memang tak ada bandingnya. Lidahku ini memang lebih suka makanan Indonesia. Katanya, sebagian besar orang Indonesia menyukai rasa pedas, termasuk aku. Salah satu makanan favoritku yaitu Jamur Goreng Sambal Matah. Bagiku, sambal matah selalu mendatangkan kebahagiaan tersendiri. Sejak menikah, aku jadi hobi masak. Pasalnya, masak makanan hemat anggaran belanja, dan pastinya lebih sehat. 

Jamur Goreng Sambal Matah
Resep Jamur goreng Sambal Matah
Sambal matah terkenal di Bali, tapi aku punya resep sambal matah sendiri yang bikin suami juga jatuh cinta. Sambal matah memiliki wangi yang khas dan rasa pedas nikmat yang menggoyang lidah. Cara membuatnya mudah sekali kok. Untuk lauknya, aku menggunakan jamur tiram. Berikut bahan-bahan yang diperlukan; bawang merah, bawang putih, cabe rawit, daun jeruk, serai, kecombrang, terasi, jeruk nipis, dan minyak kelapa. Semuanya berasal dari rempah Indonesia yang kaya manfaat. Nah, bahan-bahan yang aku gunakan, sebagian besar berasal dari hutan lho! Seperti kecombrang, serai, dan jamur.

Bahan Pangan dari Hutan.
Bunga Kecombrang
Bunga Kecombrang berwarna merah muda nan cantik dan memiliki aroma yang khas. Oleh karena itu, kecombrang sering digunakan sebagai bumbu alami penyedap rasa pada makanan. Aku memasukkan irisan bunga kecombrang dalam masakan sambal matah. Penambahan kecombrang pada menu sambal matah membuat makanan terasa lebih segar dan wangi.

Kecombrang
Ternyata Kecombrang memiliki nama sebutan yang berbeda di setiap daerah. Orang Bengkulu menyebutnya dengan Unji, orang Sunda menyebutnya dengan Honje, orang Bali menyebutnya dengan Kecicang, dan orang Medan menyebutnya dengan Kincung. Aku jadi ingat pernah mencicipi masakan Medan dengan bumbu Kincung, yang ternyata adalah Kecombrang.

Kecombrang banyak tumbuh di kawasan Rejang Lebong Bengkulu dan banyak tumbuh di Hutan Mahoni, Damar, dan Pinus (Madapi). Bunga Kecombrang memiliki anti oksidan yang tinggi dan dikenal sebagai tanaman anti kanker. Selain itu Kecombrang juga kaya nutrisi serta mengandung mineral seperti; magnesium, kalsium, zat fosfor, zat besi, potassium, dan zinc. Batang Kecombrang juga dapat dijadikan obat batuk tradisional dan melancarkan peredaran ASI bagi ibu menyusui.
Serai
Masakan yang menggunakan serai atau sereh pasti memiliki aroma yang khas dan rasa yang lebih nikmat. Serai memilki bentuk panjang ramping dan berwarna hijau, namun jika diiris terlihat berwarana putih sedikit ungu. Untuk menambah rasa dan aroma, serai merupakan salah satu bahan wajib pada menu favoritku, Jamur Goreng Sambal Matah. Serai banyak tumbuh di negara yang memiliki iklim tropis seperti di Indonesia. Walaupun sudah bisa dibudidaya, awalnya tanaman serai tumbuh di Hutan Hujan dan Hutan Jati, diantara Pohon Sengon. Sebagai salah satu produk hasil hutan bukan kayu, serai memiliki banyak manfaat.

Serai
Serai dapat meningkatkan sistem imun tubuh sehingga kita tidak mudah terserang penyakit. Serai juga mengandung anti bakteri yang dapat digunakan sebagai obat herbal, untuk mengatasi pilek, batuk, dan flu. Aroma serai dipercaya mampu mengurangi stres dan merelaksasi pikiran lho! Namun aroma serai ternyata kurang disukai oleh serangga. Oleh karena itu, serai juga bisa digunakan sebagai aroma terapi pengusir nyamuk dan karbol.

Jamur Tiram
Bahan pangan jamur bisa diolah untuk berbagai menu makanan nusantara, salah satunya menjadi lauk yang dimakan bersama sambal matah. Di alam, jamur tiram tumbuh di hutan pegunungan dan berkembang di bawah Pohon Karet, Dapur, Sengon, dan Kapuk. Jamur tiram merupakan bahan makanan dari hutan bernutrisi tinggi karena mengandung protein, vitamin B3, mineral, dan rendah lemak.

Jamur Tiram
Jamur tiram berwarna putih krem memiliki tudung yang agak lebar dan batang yang sedikit tinggi. Gak heran kalau jamur tiram sering digunakan untuk pengganti daging dalam menu vegetarian karena memiliki tektsur yang menyerupai daging sungguhan. Selain itu, jamur tiram mengandung zat lovastatin yang dapat melancarkan peredaran darah dan jantung. Manfaat jamur tiram dipercaya dapat meningkatkan sistem imun dan melindungi kulit dari penuaan dini karena memiliki antioksidan tinggi. Kalau begitu, harus sering makan jamur nih biar kelihatan awet muda.



Kamu harus tahu bahwa hasil makanan dari hutan ternyata sangat beranekaragam dan kaya manfaat. Bahan-bahan yang terdapat di hutan dapat diolah sebagai kebutuhan pangan sehari-hari, seperti contohnya makanan favoritku, Jamur Goreng Sambal Matah. Masakan ini merupakan salah satu kuliner khas Indonesia dan memiliki cita rasa yang nikmat. Terlebih sambal matah memiliki banyak manfaat untuk kesehatan. Walaupun berasal dari hutan, bahan-bahan tersebut sudah banyak ditemukan di pasar tradisional maupun modern. Intip resepnya di video diatas ya.

Kembali ke Alam bersama WALHI

Begitu banyak manfaat hutan bagi kehidupan makhluk hidup secara langsung maupun tidak langsung. Kita masih bergantung pada alam untuk melangsungkan hidup. Namun faktanya, masih banyak dari kita yang tidak peduli. Padahal, apa yang kita gunakan dan apa yang kita makan sedikit banyak juga berasal dari alam. Sejujurnya saat aku kembali ke alam, alam selalu memberi energi baru.

Mari kembali ke alam bersama WALHI. WALHI adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. WALHI merupakan sebuah organisasi lingkungan hidup independen non-profit terbesar di Indonesia. Sejak tahun 1980 hingga sekarang, WALHI aktif mendorong upaya penyelamatan dan pemulihan lingkungan hidup di Indonesia. Mari bersama-sama memperjuangkan kelestarian lingkungan dan sumber daya alam berkelanjutan

Back to Nature
Sejujurnya kitalah yang membutuhkan alam. Sumber pangan kita berasal dari padanya, jadi sudah seharusnya kita bisa menjaga dan melestarikannya juga kelak untuk generasi mendatang. Mari kita berkontribusi untuk lingkungan alam tercinta. Jadi, apa makanan favoritmu dari hutan?

...

Keep in Touch
Thanks for reading!

8 komentar:

Lestarikan Hutan Mangrove Papua Bersama EcoNusa

Papua tidak perlu diragukan lagi potensi keindahan alam dan sumber daya alam yang luar biasa. Namun, kekayaan sumber daya alam di Papua seringkali disalahgunakan dan merugikan masyarakat setempat. Misalnya aktivitas industri yang tidak bertanggung jawab, seperti eksploitasi laut, industri sawit, dan pertambangan yang menggunakan banyak lahan. Oleh karena itu, EcoNusa hadir untuk membantu menjaga dan melestarikan Hutan Mangrove di Papua.

Menjaga Alam dan Budaya dengan Festival Adat. (Sumber foto: EcoNusa/Moch Fikri)
Eco Nusa Foundation

Yayasan Ekosistim Nusantara Bekelanjutan (EcoNusa) menggelar acara EcoNusa Outlook yang bertema, "Menguatkan Masyarakat, Meneguhkan Hutan Hujan Timur Indonesia". Acara dibuka dengan tarian oleh NOKEN LAB. Awalnya aku bingung melihat tarian yang dibawakan oleh tiga pemuda asal papua ini. Tapi ternyata tarian ini memiliki makna yang mendalam lho!

Tarian dari NOKEN Lab.

Noken dikenal sebagai tas khas dari Papua yang terlihat agak transparan. Namun komunitas bernama NOKEN LAB artinya terbuka dan satu NKRI. Tarian yang dibawakan akulturasi dari gaya Betawi dan Papua, yang artinya walaupun kami gak makan enak, tapi fisik kami tetap kuat. Kami selalu bersyukur dengan apa yang ada dan tidak bersungut-sungut. Luar biasa!

(ki-ka) Bapak Matias Mairuma, Bapak Bustar Maitar, Bapak Jimmy Wanma, dan Yuli Fonataba.
EcoNusa didirikan pada tahun 2017 diprakarsai oleh Bapak Bustar Maitar, yang merupakan seorang tokoh penggiat lingkungan yang lahir dan besar di Papua. EcoNusa Outlook 2020 juga dihadiri oleh Bapak Matias Mairuma selaku Bupati Kabupaten Kaimana, Jimmy Wanma selaku Dosen dan Peneliti Universitas Papua, dan dimoderator oleh Yuli Fonataba, Puteri Indonesia Papua 2018. 

EcoNusa menjadikan Indonesia Timur sebagai pusat kegiatan yang meliputi Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara. Hal ini dikarenakan kawasan tersebut memiliki tutupan hutan yang masih terjaga utuh. Total tutupan keempat provinsi tersebut seluas 38.660.805,42 hektare atau 44% dari total tutupan hutan di Indonesia seluas 88.458.514,08 hekare.

Pameran Foto di EcoNusa Oulook 2020.
EcoNusa hadir untuk membangun gerakan kedaulatan masyarakat untuk mengelola dan mengoptimalkan sumber daya alam yang berkelanjutan berdasarkan prinsip adil dan kegiatan bersama dengan masyarakat setempat. Beberapa kegiatan yang pernah dilakukan antara lain;

1. School of Eco Involvement
Membangun ketahanan masyarakat di sekitar hutan untuk mengelola sumber daya alam di kampungnya. Kegiatan sudah dilakukan oleh 25 kepala kampung di Kampung Klayili, Sorong.

2. School of Eco Diplomacy
Mengorganisir kaum muda khususnya di perkotaan untuk mempromosilan nilai lingkungan yang lebis luas dan mengelola SDA dengan bijaksana.

3. Best Practices
Mengumpulkan cerita sukses masyarakat dalam mengelola sumber daya alam dan mengembangkannya di kampungnya.

4. Policy Advocacy
Dukungan Teknis Tata Kelola Perizinan Konsesi Berbasis Lahan untuk menyelamatkan target lahan seluas 300.000 ha yang sudah diberi izin dan Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon (PPRK).

5. Mari Cerita (Mace)
Menggaungkan cerita-cerita Papua di Jakarta.

Wisata Alam Papua yang Memukau

Papua menjadi salah satu destinasi impianku. Papua itu tak hanya Raja Ampat, tapi masih banyak hidden gems di sana. Salah satunya Distrik Kaimana. EcoNusa Outlook menghadirkan Drs. Matias Mairuma selaku Bupati Kabupaten Kaimana. Beliau menjelaskan tentang potensi sumber daya alam dan wisata di daerahnya, yang mungkin masih jarang diketahui, seperti Teluk Triton, Kolam Sisir, dan Pulau Venu.

Ini Teluk Triton ya, bukan Raja Ampat. Bagus banget kan? (Sumber foto: Wikipedia)
Salah satu keunikan yang dimiliki perairan Kaimana adalah terdapat 15 ekor hiu paus yang berdiam di Teluk Triton. Ikan yang biasanya sering kulihat di foto teman-teman yang pernah menyelam di perairan Kalimantan. Selain itu, biasanya penyelam baru turun ke laut saat sore hari untuk melihat soft coral cantik yang bercahaya saat malam. Aku jadi mau belajar diving deh demi melihat keindahan bawah laut di Kaimana itu.

Keindahan Bawah Laut Kaimana.
Untuk melestarikan keindahan laut Papua dan Indonesia, EcoNusa berkolaborasi dengan Pandu Laut Nusantara, yang melakukan aksi Menghadap Laut 2.0, yaitu bersih-bersih pantai di lebih dari 74 titik di seluruh Indonesia dan mengkampanyekan anti plastik sekali pakai. Kampanye ini jadi pengingat buatku juga untuk mengurangi penggunaan plastik demi menjaga alam.







Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita. Papua tidak perlu diragukan lagi potensi keindahan alam dan sumber daya alam yang luar biasa. Oleh karena itu, Yayasan Econusa @econusa_id membangun gerakan kedaulatan masyarakat untuk mengelola sumber daya alam yang berkelanjutan. Beragam suku budaya mendiami tanah Papua, salah satunya adalah suku Kombai. Hutan menjadi sumber pangan bagi mereka. Salut banget karena mereka masih mempertahankan tradisi adat dan hidup berdampingan langsung dengan alam. Salah satunya adalah Tradisi Ulat Sagu yang dijadikan tembok kokoh mempertahankan sisa-sisa hutan. Contoh lainnya adalah Mama Mariam menangkap Karaka (Kepiting Hitam) di Perairan Hutan Mangrove di Kampung Madoni, Fak-Fak. Berkat Karaka, Mama Mariam berhasil membawa anaknya hingga tingkat universitas lho! Kebayang gak sih kalau Hutan Mangrove itu gak ada? Selengkapnya bakal kutulis di blog ya! #EcoNusa2020Outlook #BeradatJagaHutan #MariCeritaPapua _____ 1st 📸 @travelingwithjuan 2nd 📸 @ariefpokto
A post shared by ᴛʀᴀᴠᴇʟ ʙʟᴏɢɢᴇʀ | ɪʀᴇɴᴇ ᴋᴏᴍᴀʟᴀ (@pinktravelogue) on

Tradisi Adat Papua Menjadikan Hutan Sebagai Keluarga

Beragam suku budaya mendiami tanah Papua, salah satunya adalah Suku Kombai di Distrik Bomakia, Kabupaten Boven Digoel. Hutan masih menjadi sumber pangan bagi mereka. Uniknya, Suku Kombai memiliki rumah tertinggi di Indonesia yang dinamakan Rumah Pohon. Rumah ini rata-rata memiliki ketinggi 70 meter untuk menghindari ancaman binatang buas.

Rumah Pohon Suku Kombai. (Sumber foto: EcoNusa/Moch Fikri)
Aku salut sekali karena Suku Kombai masih mempertahankan tradisi adat dan hidup berdampingan langsung dengan alam. Mereka mencari bahan pangan, bahkan alat pembuatannya pun dari alam. Suku Kombai bertahan hidup dan mencari makan dengan cara memburu. Bahan untuk membuat alat berburu diambil dari hutan yang didominasi dari pohon Sagu.

Perasaan senang Ketua Pesta Ulat Sagu.
Tradisi Ulat Sagu menjadi tembok kokoh mempertahankan sisa-sisa hutan di sana. Pesta adat dirayakan sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan, leluhur, alam semesta, dan terutama kepada hutan sebagai sumber kehidupan. Bagi masyarakat Kombai, hutan adalah keluarga yang tak terpisahkan. Kebutuhan pesta dicari langsung dari hutan dan ulat sagu adalah menu utama dalam pesta adat ini.

Ulat Sagu sebagai menu utama dalam pesta adat.
Hasil buruan babi juga digunakan sebagai salah satu makanan dari Festival Ulat Sagu (Sumber foto: EcoNusa/Moch Fikri)
Suku Kombai mempertahankan budaya karena hutan adalah pelindung suku Kombai, apalagi mereka telah banyak kehilangan hutan akibat eksploitasi. Tradisi ulat sagu dilakukan untuk meningkatakan kekerabatan, persahabatan, dan kekeluargaan, serta mendekatkan pemimpin mereka dengan masyarakat hukum adat untuk untuk saling memberi masukan pembangunan ke depannya.

Hutan Mangrove Terbesar Indonesia ada di Papua

Sebelum bicara Hutan Mangrove lebih lanjut, apakah kamu tahu bahwa Hutan Mangrove memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan makhluk hidup? Betapa hutan sangat berarti bagi masyarakat pedalaman Papua dan juga masyarakat Indonesia. Hutan Mangrove berfungsi sebagai sumber pangan, tempat hidup bagi beberapa hewan, mencegah erosi dan abrasi pantai, hingga lokasi ekowisata.

Hutan Mangrove di Teluk Bintuni, Papua Barat. (Sumber foto: EcoNusa/Moch Fickri)
Save Mangrove, Fight Climate Crisis
Sejalan dengan upaya konservasi, EcoNusa juga mengadakan Ekpedisi Mangrove pada tanggal 2-17 Desember 2019, yang diadakan di 5 kabupaten di Papua Barat menggunakan Kurabesi Explorer dengan 2 buah speedboat untuk mengakses langsung ke Hutan Mangrove. 


Eskpedisi Mangrove bekerjasama dengan UNIPA dan Balitbangda, dipimpin oleh Bapak Jimmy Wanma selaku Dosen dan Peneliti Universitas Papua. Ekspedisi Mangrove bertujuan untuk mengidentifikasi kawasan mangrove dan potensi sosial ekonominya bagi masyarakat lokal, serta survei vegetasi dan keanekaragaman hayati di sana.

Pesisir Mangrove Kampung Air Besar.
5 Kabupaten yang menjadi tempat Ekspedisi Mangrove adalah Kaimana, Fakfak, Teluk Bintuni, Sorong Selatan, dan Raja Ampat. Tim Ekspedisi juga mengunjungi beberapa kampung di sana. Sebut saja lokasi ekspedisi di Teluk Lumbini, menurut Bapak Jimmy, bisa dikatakan sebagai Hutan Mangrove terbesar di Asia Tenggara bahkan dunia. Kemudian di Kampung Air Besar sebagian masyarakat beragama nasrani namun memiliki kepala distrik beragam muslim. Namun mereka semua tetap rukun dan bekerjasama.

Mama Mariam menangkap Karaka (Sumber foto: Kei Miyamoto)
Kearifan lokal masyarakat Papua sangat menarik perhatianku. Masyarakat menanam bakau untuk mendapatkan hasil pangan seperti udang dan kepiting bakau. Misalnya, Mama Mariam yang menangkap Karaka (Kepiting Hitam) di Perairan Hutan Mangrove di Kampung Madoni, Fak-Fak. Berkat Karaka, Mama Mariam berhasil membawa anaknya hingga tingkat universitas lho! Btw, kalian tahu gak harga seekor kepiting hitam di Kaimana berapa? Rp2000 saja! Aku jadi ingat, dulu papaku pernah mengajar di Kaimana dan bawa pulang oleh-oleh udang, karena di sana harga udangnya murah.

Seekor kepiting bakau ini harganya Rp2000 saja.
Nah, Aku baru tahu lho ternyata jenis Mangrove itu beragam. Dari hasil Ekspedisi Mangrove, ternyata terdapat 2 jenis Mangrove di pesisir Papua Barat, yaitu Mangrove Jernih dan Mangrove Kabur. Selain itu, terdapat 39 jenis dan 19 family (19 jenis mangrove utama dan 20 jenis mangrove asosiasi), serta terdapat 9 jenis mangrove yang memiliki jumlah paling sedikit di alam dan terancam keberadaannya.

Tarian Akar Mangrove adalah salah satu keindahan Mangrove yang ditemukan tim Ekspedisi di Kabupaten Fakfak. (Sumber foto: EcoNusa/Kei Miyamoto)
Mangrove Kabur dan Mangrove Jernih di Pesisir Papua. (Sumber: Tim Ekspedisi Mangrove)
Keanekaragaman hayati inilah yang harus dilestarikan. Yuk kita berkontribusi sekecil apapun untuk turut menjaga hutan mangrove demi masa depan yang lebih baik. Semoga suatu hari aku juga bisa menginjakkan kaki di Tanah Papua.

...

Keep in Touch
Thanks for reading!

4 komentar: