Hutan Perempuan Kampung Enggros Papua

"Kami kalau di kampung, khususnya Kampung Enggros, perempuan itu tidak ada hak. Tidak ada hak berbicara di Para-para." 


Itu kata mama Yos kepada saya saat di Hutan Perempuan. Maksudnya, laki-laki itu lebih memiliki hak untuk berbicara, punya 'suara' begitu. Awalnya sayapun bingung apa itu Para-para. Beberapa kali saya tanya mama Yos untuk memastikan apa itu Para-para. Hutan Perempuan adalah Para-para bagi perempuan Enggros. Jadi apa itu Para-para? 

Bersama Mama Yos menyusuri Hutan Perempuan.

Sebuah kehormatan bagi saya sebagai kaum hawa bisa mengunjungi Hutan Perempuan, jelas dari namanya laki-laki tidak boleh masuk, apalagi waria! Tak jauh dari Pantai Hamadi, kami memulai perjalanan dari Dermaga Tanjung Ciberi menggunakan kapal cepat sekitar 15 menit. Mama Yos menemani kami menuju ke sana. Yostince Hanasbei nama lengkapnya, ternyata beliau adalah seorang guru.

Kampung Enggros Jaga Hutan Perempuan


Kampung Enggros/Injros terletak di Distrik Abepura. In artinya kedua dan jros artinya kampung. Kampung Enggros berarti kampung kedua. Dulunya hanya satu kampung, kampung pertama bernama Tobati. Kampung Tobati lebih dekat ke wilayah Pantai Hamadi, sedangkan Kampung Enggros  terletak di Teluk Youtefa, yang menjadi pintu masuk ke Hutan Perempuan.

Kampung Enggros

Kami melewati Kampung Enggros dengan banyak bangunan terapungnya. Bangunan apung itu bukan hanya tempat tinggal warga Enggros, tapi juga ada perkantoran, bangunan ibadah, tempat pertemuan, posyandu, termasuk bangunan KPK. 

KPK yang dimaksud adalah Kepala Kampung! Haha. Saya pikir ada gedung KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) seperti di Jakarta. Padahal polisi saja gak ada karena warga Enggros cinta damai dan berjiwa toleransi tinggi. Di tengah perjalanan kami bertemu dengan Mama Linda. Beliau bersama dengan Mama Yos akan mengantar kami masuk ke Hutan Perempuan. 

Baca Juga : Lestarikan Hutan Mangrove Papua Bersama EcoNusa


Menjaga Hutan Perempuan sudah menjadi tradisi bagi warga Enggros. Hutan mangrove ini bukan hanya bermanfaat untuk mencari bahan pangan, tapi juga menyeimbangkan ekosistem wilayah pesisir. Mereka hidup berdampingan dengan Hutan Perempuan mengambil secukupnya untuk dikonsumsi dan dijual. 

Hutan Perempuan, Para-para Bagi Perempuan Enggros


Hutan Perempuan bukan hutan mangrove biasa. Lokasinya terletak di teluk dalam Teluk Youtefa di Kampung Enggros. Hutan ini dirawat oleh kaum hawa dengan kearifan lokalnya. Dalam bahasa lokal, Hutan Perempuan disebut TonotwiyatTonot artinya hutan bakau, sedangkan wiyat artinya ajakan untuk datang. Jadi Tonotwiyat berarti ajakan untuk datang ke hutan bakau. Yuk ke sini!

Jelajah Papua bersama EcoNusa.


Kalau para pria punya Para-para (sebutan bale-bale tanpa atap) untuk berkumpul dan membicarakan soal adat di kampung, perempuan punya tradisi ke Hutan Perempuan untuk saling bercerita sambil mencari bahan makanan, tanpa busana.  Oleh karena itu, laki-laki dilarang masuk ke Hutan Perempuan. Hutan Perempuan adalah Para-para (tempat berkumpul) bagi perempuan Enggros, untuk curhat tentang apapun; cerita tentang masa lalu, mantan pacar, masalah rumah tangga, dan lain-lain.

"Orang tua dulu bilang katanya dinding rumah punya telinga, lantai juga punya telinga. Dalam arti, tetangga bisa dengar dan ngerumpi lagi. Tapi saat ke Hutan Perempuan, tidak ada yang dengar, hanya alam saja.", kata mama Yos. Oleh karena itu, Hutan Perempuan sangat berarti bagi perempuan Enggros. Tradisi tersebut juga salah satu cara menjaga kelestarian hutan mangrove di sana. Air payau di hutan mangrove ini tak begitu dalam. Jika air sedang surut, kami bisa melihat hingga ke dasar.

Hasil tangkapan kerang Bia Nor oleh Mama Linda.

Perempuan-perempuan Enggros mencari bahan pangan dari hutan seperti; kerang, udang, kepiting bakau, dan ikan Goropa. Hasil tangkapan kerang di Hutan Perempuan, bisa langsung direbus, dimasak kuah kuning, atau jika direbus, air rebusannya bisa dijadikan obat. Mereka juga bisa menjualnya di pasar. Kira-kira harganya Rp500.000/ember.


Kata Mama Yos, ada sekitar 114 jenis kerang di wilayah ini dan yang paling banyak adalah kerang Bia Nor. Ukuran kerang yang besar-besar daripada kerang-kerang yang pernah saya lihat atau saya makan di restoran seafood. Mereka biasanya pergi ke Hutan Perempuan pada pagi hari kira-kira pukul 06.00-08.00, karena peraturannya mereka tidak boleh masuk pada malam hari.

Hutan Perempuan Kampung Enggros

Laki-laki Dilarang Masuk Hutan Perempuan


Setelah melewati Kampung Enggros, saya melihat hutan mangrove yang rimbun. Sesaat mendekati samping hutan mangrove, kami berganti kapal. Para perempuan pindah ke kapal sampan kayu yang lebih kecil, mungin lebarnya hanya 60 cm, muat untuk 2-4 orang. Sementara para lelaki tetap menunggu di kapal speedboat saat kami masuk ke Hutan Perempuan. 


Laki-laki dan waria dilarang masuk ke Hutan Perempuan. Jika melanggar, akan dikenakan denda dan sanksi adat namanya Manik-manik. Katanya manik-manik itu semacam sebutan untuk batu manik-manik yang harganya cukup mahal dan berharga. Biasanya manik-manik digunakan sebagai mas kawin.

Laki-laki dilarang masuk Hutan Perempuan!

Masyarakat Enggros sangat bergantung pada laut dan hutan bakau. Kalau kata mama Yos, yang mencari kerang itu hanya perempuan, laki-laki mencari ikan di laut. Selain mencari makan, di hutan mangrove para perempuan juga mencari kayu bakar. 


Perempuan yang sudah menikah atau belum menikah bisa masuk ke hutan ini. Katanya perempuan yang belum menikah akan diberi wejangan saat masuk ke sini, biar kehidupan rumah tangganya baik. Namun Hutan Perempuan khusus bagi perempuan warga Enggros, kecuali jika ada perempuan luar yang menikah dengan masyarakat Enggros. 

Lalu ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum masuk ke Hutan Perempuan;

  1. Saat masuk tidak boleh bertengkar (dengan suami/keluarga).
  2. Tidak turun ke air saat haid.
  3. Tidak boleh bicara jorok.

Menunggu senja di Teluk Youtefa.


Hutan Perempuan harus dilestarikan. Walaupun adanya ancaman adanya proyek pembangunan venue dayung PON XX Papua 2021. Saya berharap, Hutan Perempuan tetap terjaga dan tidak merombak area hutan mangrove. Selain itu, sampah juga menjadi masalah bagi Hutan Perempuan. Sampah-sampah tersebut biasanya berasal dari kota dan pantai .

Sebelum senja, kami keluar dari Hutan Perempuan dan menikmati senja dari Teluk Youtefa. Bagi perempuan di Kampung Enggros, Hutan Perempuan bukan hanya tempat untuk mencari pangan, tapi juga tempat melepas penat, berbagi curahan hati, karena tak ada yang mendengar selain alam semesta.  
...

Keep in Touch
Thanks for reading!

0 komentar:

Beach Clean Up di Jayapura Bersama EcoNusa, Botol Plastik Sampah Terbanyak!

Keindahan pantai-pantai di Indonesia tak perlu diragukan lagi. Apalagi Indonesia memiliki predikat Negara Maritim. Laut Indonesia juga dikenal sebagai Wilayah Marine Mega Biodiversity terbesar di dunia! Namun dibalik keindahannya, masih tersimpan banyak sampah yang dapat merusak ekosistem laut dan pantai itu sendiri, terutama sampah botol plastik. Oleh karena itu, Yayasan EcoNusa menggagas gerakan aksi bersih pantai/beach clean up dalam upaya menjaga laut dan pantai Indonesia.

Beach Clean Up di Pantai Hamadi.

Beach Clean Up Jayapura


Pada 4 Desember 2020, kegiatan beach clean up di Jayapura dilakukan di sepanjang Pantai Hamadi, Pantai Holtekamp, dan Hutan Mangrove Teluk Youtefa. Kegiatan beach clean up dihadiri oleh Rustan Saru selaku Wakil Walikota Jayapura, dan Bustar Maitar selaku CEO EcoNusa serta  didukung oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pariwisata Kota Jayapura.

Peserta Beach Clean Up Jayapura
Saya bersama Kang Aip (ariefpokto.com) mengumpulkan botol plastik.
Kegiatan diikuti oleh TNI Angkatan Laut, berbagai komunitas, diantara lain Komunitas Rumah Bakau, Komunitas Earth Hour Jayapura, Komunitas Selam, dan para mahasiswa Jayapura dari Universitas Cenderawasih, Universitas Yapen, Universitas Sains & Teknologi Jayapura, dan Universitas Ottow Geissler.

Sampah di sepanjang Pantai Hamadi-Holtekamp.
Peserta dibagi dalam kelompok dan satu kelompok terdiri dari 3 orang. Setiap kelompok diberi sarung tangan dan karung untuk mengumpulkan sampah sesuai kategori, serta lembar catatan untuk pendataan. Panas terik kala itu, tapi saya melihat semangat dan antusiasme teman-teman mengumpulkan sampah. 


Banyak jenis sampah yang saya temukan saat beach clean up, seperti; botol kemasan minuman, sedotan, kemasan rokok, plastik makanan, tisu basah, pembalut. Setelah mengumpulkan sampah dari pesisir Pantai Hamadi-Holtekamp, dan di kawasan Hutan Mangrove Teluk Youtefa, sampah-sampah yang terkumpul akan dibawa menggunakan truk untuk kemudian dikumpulkan ke TPA dan diproses.

Sampah Terbanyak Botol Plastik Sampah Terbanyak


Saat saya tiba pagi hari di Pantai Hamadi, saya menyaksikan indahnya matahari terbit dan pelangi. Namun saya melihat berbagai macam sampah terdampar di pinggir pantai, terutama sampah botol plastik. Sampah-sampah tersebut berasal dari pengunjung atau dari mana saja yang terdampar di tepi pantai ini. Miris rasanya melihat pantai cantik dengan banyak sampah. 

Sunrise di Pantai Hamadi.
Tak hanya itu, di kawasan hutan mangrove juga banyak sekali sampah. Katanya, sampah-sampah itu juga berasal dari pengguna jalan, penumpang, dan pengemudi mobil yang suka langsung melempar sampah ke pinggir hutan mangrove. 

Daftar jenis sampah dan waktu terurainya.
Di akhir acara, pengumuman pengumpulan sampah terbanyak adalah botol plastik 269 kg, sampah botol miras (kaca) sebanyak 72 kg, dan sampah lain-lain (seperti bungkus permen, makanan, rokok, dll) sebanyak 174 kg. Totalnya kira-kira 515 kg, alias setengah ton! Tahukah kamu butuh waktu. berapa lama agar sampah plastik bisa terurai?

 Botol Plastik Sampah Terbanyak!
Limbah plastik membawa dampak buruk bagi lingkungan. Sudah menjadi tugas kita bersama untuk mengurangi penggunaan botol plastik. Dalam acara ini, para pesertapun wajib membawa tumbler atau botol minum sendiri, sehingga dapat diisi ulang. 

Dampak Sampah Plastik di Laut dan Pantai


Polusi tidak hanya terjadi di udara tapi juga di laut. Sampah plastik mencemari laut dan pantai kita yang indah. Masalah sampah plastik di laut harus ditanggulangi agar tidak merusak ekosistem pantai dan laut. Laut bukan tempat sampah, laut adalah sumber kehidupan.

Hewan laut tidak dapat membedakan mana plastik atau bukan, mereka bisa memakan atau terjerat pada plastik. Salah satunya contohnya adalah penyu. Penyu memakan ubur-ubur bisa saja memakan plastik yang ada di laut. Plastik di laut juga dapat merusak terumbu karang. Padahal pertumbuhan terumbu karang  membutuhkan waktu yang sangat lama. Bahkanhanya 1-2 cm per tahunnya. 

Kurangi sampah plastik yuk!

Terlebih lagi dampaknya bagi manusia yang mengonsumsi ikan sebagai sumber protein. Dalam pembukaan acara, Bustar Maitar, selaku CEO EcoNusa mengatakan bahwa mikroplastik yang dimakan ikan berarti kita makan ikan plastik. Membersihkan pantai juga bagian menjaga kesehatan jangka panjang.

Oleh karena itu, mari kita mulai dari diri sendiri dengan hal kecil seperti membawa kantong belanja sendiri dan membawa tumbler atau botol minum, Semoga acara beach clean up dapat menginspirasi kita semua untuk mengurangi penggunaan plastik dan mengelola sampah dengan bijak. 

...

Keep in Touch
Thanks for reading!

0 komentar: