Stop Iklan Rokok Selamatkan Generasi Penerus Bangsa

Perokok adalah salah satu orang yang saya hindari. Saya paham bahaya rokok bagi kesehatan perokok pasif. Saat teman saya sedang merokok, saya pasti akan menghindarinya. Alasannya karena saya akan sesak nafas jika mencium asap rokok, ditambah satu badan saya pasti bau rokok. Zaman sekarang perokok tak mengenal usia, bahkan anak dibawah umur saja sudah kenal dengan rokok. Padahal generasi muda memiliki peranan penting untuk membangun masa depan bangsa. 

Asap rokok, bukan hanya membahayakan diri sendiri, tapi juga orang lain dan lingkungan. Berapa banyak uang yang dihabiskan untuk membeli rokok dalam sehari? Bagi saya, uang tersebut bisa saja dialokasikan untuk kebutuhan lain yang lebih penting. Dalam kesempatan Talkshow Ruang Publik KBR (Kantor Berita Radio) bersama Dedi Syahendry, Kepala Dinsos PMD-PPA dan Nahla Jovial Nisa, Koordinator Advokasi Lentera Anak, saya mendapatkan beberapa informasi penting mengenai pentingnya daerah bebas reklame produk rokok dan pengaruhnya bagi generasi muda.

Sawahlunto Bebas Reklame Produk Rokok
Perjalanan panjang kota Sawahlunto memperjuangkan kota bebas reklame produk rokok akhirnya membuahkan hasil. Dimulai pada tahun 2012 dengan Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang peraturan mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Tahun 2013 mencanangkan kota layak anak serta mengkaji persoalan penghapusan iklan rokok, tahun 2014 mengeluarkan Perda No. 3/2014 mengenai Kawasan Tanpa Rokok, tahun 2015-2016 menghimbau melalui instruksi waikota, dan tahun 2017 keluar intruksi walikota agar semua iklan rokok dihapus dan tidak menerima Pendapatan Asli Daerah (PAD) iklan rokok. Tahun 2018 instruksi walikota tersebut masih dipertahankan, dan pada akhirnya pada tahun 2019 dikeluarkan Peraturan Walikota (Perwako) mengenai kota Sawahlunto bebas reklame produk rokok.

Dedi Syahendry selaku Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PMD-PPA) Kota Sawahlunto mengatakan bahwa Pemerintah Sawahlunto mencari alternatif sektor lain untuk tetap memperoleh PAD. Dengan jumlah penduduk sebanyak 65.000 jiwa di empat kecamatan, hasil PAD iklan rokok di kota tersebut tidak terlalu banyak, kisaran Rp32juta/tahun. 
"Walaupun PAD dari segi iklan rokok hilang, tapi dari segi nilai dan pandangan orang lain melihat kota Sawahlunto, kota kecil tanpa iklan rokok sangat positif. Apalagi kota Sawahlunto masuk dalam World Heritage yang telah ditetapkan oleh UNESCO", Dedi Syahendry, Dinsos PMD-PPA.
Melalui Peraturan Walikota Sawahlunto nomor 70 tahun 2019, kota Sawahlunto melarang reklame produk di kota itu. Jika ada kegiatan dengan iklan rokok, kegiatan tersebut ditidiadakan. Setiap ada laporan mengenai iklan rokok, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) akan bertindak tegas. Spanduk-spanduk iklan rokok yang terpampang pada warung-warung akan diganti dengan spanduk pentingnya kesehatan tanpa rokok. 

Rintangan terbesar dalam aturan pelarangan iklan rokok ini adalah berhadapan perusahaan-perusahan rokok yang melakukan promosi secara masif. Namun pemerintah pusat sepakat bahwa walaupun kehilangan PAD iklan rokok, tapi bisa menyelamatkan anak-anak Sawahlunto dari pengaruh buruk rokok. 

Pemerintah Sawahlunto juga bekerja sama dengan radio kota Sawahlunto untuk tidak menyiarkan kegiatan apapun yang berhubungan dengan iklan rokok, serta menggandeng komunitas dan organisasi kampanye anti rokok. Harapan ke depannya agar Peraturan Walikota (Perwako) mengenai bebas reklame rokok ini menjadi Peraturan Daerah (Perda) agar hukum dan keberadaannya lebih kuat. 

Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta
Jakarta, kota kelahiranku ini adalah kota metropolitan ini tak luput dari iklan rokok. Walaupun sudah ada larangan, iklan rokok di papan reklame, spanduk, dan poster masih ada yang terpampang. Termasuk iklan rokok tersembunyi yang ditemukan pada acara musik dan olahraga. Selain itu, modus iklan rokok terdapat di warung-warung dekat sekolahpun juga menjadi sasarannya. Pemilik warung dibayar sejumlah uang untuk memasang spanduk rokok dan membuat program kompetisi penjualan antar warung. 

Padahal dalam Pergub No.1 Tahun 2015 sudah ditetapkan tentang larangan penyelenggaraan reklame rokok dan produk tembakau pada media luar ruang. Sesuai aturan dari Kementerian Kesehatan juga sudah ditetapkan beberapa Kawasan Tanpa Rokok, antara lain; fasilitas kesehatan (puskesmas, klinik, dan rumah sakit), sekolah, tempat bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan fasilitas umum. 


Namun tak jauh dari rumah saya, di kelurahan Sunter Jaya sudah menetapkan daerahnya menjadi Kawasan Tanpa Rokok. Masyarakat yang ingin merokok, harus keluar dari lingkungan tersebut. Dengan begitu, kawasan tersebut minim sampah puntung rokok dan dapat menikmati sirkulasi yang lebih segar. Di area pemukiman ini juga terlihat asri ditumbuhi tanaman. Mereka menyadari bahwa rokok dapat membahayakan keluarga dan kesehatan, terutama bagi anak-anak.

Ada juga Kampung Penas Tanggul Jatinegara yang sudah menetapkan kawasan tanpa rokok. Kawasan ini dipenuhi mural yang berisi larangan dan himbauan berhenti merokok. Dulu kawasan ini terkenal kumuh, namun sejak ada kasus penyakit paru-paru yang diderita sekitar 20 anggota keluarga di sini, warga jadi sadar pentingnya kesehatan. Para ibu dan anak-anak menjadi 'polisi' yang melarang keras merokok.

Pemerintah harus melakukan upaya pembatasan pengguna rokok. Salah satunya dengan tegas menetapkan Kawasan Tanpa Rokok dan menjalankan sanksi bagi pelanggarannya. Menurut saya, kota Sawahlunto dan beberapa kampung bebas reklame rokok bisa menjadi contoh/panutan bagi kota-kota lain di Indonesia untuk menciptakan daerah bebas reklame produk rokok. 

Generasi Penerus Bangsa Bebas Rokok
Generasi masa kini suka mencoba hal baru dan menantang, mereka mudah terpengaruh oleh iklan yang berada di sekitar mereka. Salah satunya adalah iklan rokok yang mengancam masa depan mereka. Berdasarkan penelitian Uhamka pada tahun 2017, menyatakan bahwa 46% iklan rokok memengaruhi mereka untuk mencoba, menjadi kecanduan, dan sulit dihentikan. Tak dapat dipungkiri, bahwa salah satu faktor merokok adalah media seperti; papan reklame, media sosial, dan sponsor pada acara atau kegiatan.

Nahla Jovial Nisa, selaku Koordinator Advokasi Lentera Anak mendukung kebijakan tidak lagi adanya promosi rokok dan tidak menjual rokok kepada anak dibawah usia 18 tahun. Berdasarkan hasil survey Lentera Anak di 10 kota, iklan rokok dtargetkan bagi perokok pemula agar konsumsinya tidak menurun dan ada perokok pengganti. Jumlah perokok usia muda terus meningkat karena keberadaannya dekat dengan mereka, harga yang tak begitu mahal, dan bisa didapat di warung dekat sekolah. 

Dalam pasal 30 PP 109/2012 juga tertulis bahwa, "Selain pengendalian iklan produk tembakau yang dimaksud dalam pasal 27, iklan di media teknologi informasi harus memenuhi ketentuan situs merek dagang produk tembakau yang menerapkan pembatasan umur kepada orang berusia 18 tahun ke atas." 
"Indonesia adalah satu-satunya negara Asean yang belum melarang promosi iklan rokok. Negara lain masih bisa menjual rokok tanpa iklan", Nahla Jovial Nisa, Koordinator Advokasi Lentera Anak.
Pemuda-pemudi merupakan generasi penerus bangsa. Iklan rokok dapat memengaruhi psikis dan mental anak-anak dalam masa muda. Mereka yang sudah mencobanya sekali saja bisa berpotensi menyebabkan penyakit tidak menulat, seperti diabetes, penyakit pernapasan, hingga jantung. Hal tersebut tentunya menghambat kreativitas dan produktivitas mereka di usia produktif. Pembebasan iklan rokok di sekitar sekolah merupakan salah satu investasi dan langkah awal untuk menghasilkan generasi emas bebas rokok. 

Strategi Daerah Terapkan Pembatasan Iklan Rokok

Setiap daerah wajib membatasi iklan rokok di luar maupun dalam ruangan. Hal tersebut harus disertai dengan komitmen untuk melindungi sumber daya manusia dan lingkungan. Hingga saat ini, sudah ada  16 kabupaten kota daerah yang mengeluarkan larangan rokok dalam bentuk peraturan pemerintah, kota, bupati, dan surat edaran. PStrategi daerah dalam menerapkan pembatasan iklan rokok harus terus dijalankan dengan beberapa cara sebagai berikut;

  1. Pemerintah memiliki perspektif dan kesadaran bahwa hal ini bukan hanya untuk meningkatkan perekonomian saja, tapi untuk melindungi anak menuju generasi unggul. 
  2. Menegakkan Undang-Undang atau Peraturan tentang larang iklan rokok dan sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.
  3. Mengganti Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada sektor lain selain iklan rokok. Salah satu contohnya adalah kota Bogor yang sudah mengganti PAD iklan rokok, yang bahkan membuat PAD kota Bogor meningkat.
  4. Mengganti iklan rokok dengan edukasi dan sosialisasi mengenai bahaya rokok. 
  5. Pembatasan iklan rokok pada media sosial karena zaman sekarang informasi dari media sosial cepat sekali beredar serta dapat diakses kapanpun dan dimanapun.
  6. Melarang penjualan rokok secara bebas, seperti larangan penjualan bir atau minuman beralkohol secara ilegal. 
  7. Melakukan talkshow/kegiatan ke sekolah-sekolah terkait bahaya rokok.

Besar harapan saya agar setiap daerah dapat menerapkan pembatasan bahkan #PutusinAja iklan rokok. Pembatasan iklan rokok membawa dampak baik bagi kita dan lingkungan. Meskipun iklan rokok dapat meningkatkan pendapatan bagi pendapatan Indonesia, tapi kembali lagi untuk hidup yang lebih sehat dan sejahtera, bukankah menyelamatkan generasi penerus bangsa lebih penting?

Saya sudah berbagi pengalaman pribadi untuk #putusinaja hubungan dengan rokok atau dorongan kepada pemerintah untuk #putusinaja kebijakan pengendalian tembakau yang ketat. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti loba blog serial #putusinaja yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Indonesian Social Blogpreneur ISB. Syaratnya, bisa Anda lihat di sini.
_____

Sumber Referensi:

...

Keep in Touch
Thanks for reading!

0 komentar: