FESTIVAL LEWETAKA JAGA BANDA LESTARIKAN ADAT DAN ALAM

Sebuah kehormatan bagi saya bisa mengikuti Festival Lewetaka Pertama di Banda Neira, Maluku Tengah. Festival Lewetaka diselenggarakan oleh masyarakat Banda Neira sendiri dengan tujuan Jaga Banda, merawat tradisi dan kearifan lokal Banda, melestarikan lingkungan laut dan pesisir sebagai kekayaan bahari Banda Neira. Festival Lewetaka ini didukung oleh Econusa Foundation, Moluccas Coastal Care, STP Hatta Sjahrir, STKIP Hatta Sjahrir, Yayasan Warisan dan Budaya Banda Neira, serta komunitas pemuda Banda.


Kepulauan Banda Neira menyimpan pesona alam dan adat budaya yang memikat. Keberadaannya sudah dikenal sejak zaman kolonial Belanda karena Banda Neira memiliki potensi alam dan rempah-rempah yang sangat kaya. Bahkan dulu salah satu pulaunya, Pulau Rhun pernah ditukar dengan Manhattan karena Pulau Rhun merupakan Penghasil Buah Pala Terbesar di Dunia. Pada masanya, harga pala bersanding dengan harga emas lho! Selain itu, saya melihat banyak bangunan bekas Belanda yang menyimpan kisah dan menjadi saksi sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. 

Gunung Api Banda Neira menyambut kedatanganmu!

Banda Neira tak terlepas dari adat dan budaya yang melekat, untuk melestarikan alam. Banda Neira memiliki Tujuh Negeri. Negeri di sini merupakan sebutan untuk Kampung Adat. Ada Negeri Namasawar, Fiat, Ratu, Lonthoir, Selamon, Waer, dan Ai. Namun untuk Festival Lewetaka yang pertama, akan diikuti oleh tiga negeri, yaitu Namasawar, Fiat, dan Ratu. Lalu pertanyaan pertama di benak saya adalah, apa arti dari Lewetaka sehingga namanya disematkan menjadi nama festival ini?

Ternyata Lewetaka/Lautaka adalah nama sebuah Kerajaan Islam Pertama di Banda Neira yang dulunya dikenal sebagai wilayah adat kerajaan, yang selanjutnya membagi wilayahnya menjadi tiga yaitu Negeri Namasawar, Fiat dan Ratu. Namasawar dan Fiat dipimpin oleh laki-laki, sedangkan Negeri Ratu dipimpin oleh perempuan (oleh karena itu disebut Ratu). Mereka menjalankan fungsi pemerintahan dan mewariskan tradisi lokal. Dalam masa kejayaannya, putri Raja Lewetaka yang bernama Boi Kherang sempat memimpin perlawanan dengan Belanda. 

Festival Lewetaka dimulai dengan beberapa ritual, seperti Ritual Buka Kampung yang saya ikuti yang diadakan masyarakat Banda Neira di Negeri Ratu. Buka Kampung Besar ini menjadi salah satu prosesi Buka Puang yang merupakan prosesi adat untuk mengawali kegiatan adat seperti Festival Lewetaka.

1. Pembukaan & Musyawarah Kampung Adat 


Pembukaan Festival Lewetaka secara sah diadakan pada tanggal 14 November 2021 di Universitas Hatta Sjahrir. Sebelumnya telah dilaksanakan pra-event pada tanggal 1-8 November 2021 oleh Negeri Namasawar, seperti Putar Tampa Siri, Banda Culture Mural, dan Mandi Belang Namasawar, yaitu membersihkan perahu (kora-kora) perang pada zaman dulu, yang kini menjadi kebanggaan orang Banda Neira. Festival Lewetaka resmi dibuka yang ditandai dengan pukulan gong yang diiringi alunan gamelan. 

Pembangunan di sekitar Banda Neira sedikit banyak mempengaruhi eksistensi adat dan sejarah yang ada. Keberadaannya terancam hilang, ritual hingga situs adat juga terancam hilang. Oleh karena itu, diadakan musyarawah adat. Musyawarah adat dilakukan bersama perwakilan dari tiga Negeri, yaitu Negeri Namasawar, Fiat, dan Ratu. Musyawarah bertujuan untuk pemantapan nama dan situs adat di Pulau Neira.

Rangkaian acara Festival Lewetaka.
Musyawarah Kampung Adat.

2. Pengambilan Janur Kelapa dan Persiapan Pembuatan Tampa Siri 


Sore hari, kami menuju sebuah rumah di Negeri Ratu atau biasa juga disebut Dwiwarna. Rumah peninggalan Belanda yang masih berdiri kokoh dengan lantai marmernya yang masih menyatu. Agenda selanjutnya adalah mengambil janur kelapa dari pohon belakang rumah Negeri Ratu. Hujan lebat kala itu, namun prosesi harus tetap dilaksanakan karena tanggal sudah ditentukan dan tidak bisa ditunda. 

Prosesi dilakukan di Negeri Ratu.

Pengambilan janur kelapa dilakukan oleh masyarakat dari Negeri Ratu, namanya Rizky. Pemilihan janur kelapa yang masih muda berwarna kekuningan, nantinya akan dibuat anyaman tampa (tempat) siri. Janur kelapa yang diambil tidak boleh jatuh ke tanah karena prosesi ini sangat sakral. 

Beberapa orang lainnya menunggu di bawah pohon kelapa, mengambil dengan perlahan janur kelapa yang diambil Rizky. Setelah itu, janur kelapa disimpan di salah satu ruangan di Rumah Adat Ratu Naira yang disebut Ruang Puang selama satu malam. Ruang Puang merupakan sebutan kamar untuk menaruh benda-benda adat, termasuk peralatan belang (kora-kora/perahu) dan pakaian cakalele.

Can you spot Rizky?
Diambil dengan bantuan tali juga agar tidak jatuh ke tanah.

3. Pembuatan Tampa Siri dan Putar Tampa Siri


Keesokan harinya, janur kelapa yang sudah disimpan di Ruang Puang dikeluarkan untuk kemudian didoakan sebelum dirangkai. Para perempuan mendapat bagian untuk mengurus isi dari Tampa Siri, seperti bunga, tembakau, pinang, gambir, sirih, dan daun pandan. Semua bahan-bahan untuk mengisi tampa siri berasal dari alam. Sedangkan laki-laki bertugas untuk merangkai dan menganyam janur kelapa menjadi Tampa Siri. 

Janur kelapa dikeluarkan dari Ruang Puang ke ruang tamu.
Kemudian didoakan bersama-sama.
Perlengkapan para perempuan untuk membuat isi Tampa Siri.

Awalnya saya tidak mengira bahwa laki-laki yang akan membuat Tampa Siri, saya pikir bagian anyam-menganyam biasanya bagian para perempuan. Namun siapa sangka, hasil anyaman Tampa Siri yang dibuat para lelaki nampak sangat rapi!

Tampa Siri yang sudah jadi disimpan lagi selama satu malam di Ruang Puang. Lihat video ini, saya terpukau karena tradisi yang ada di video itu adalah tradisi yang sudah ada sejak lama, seperti yang saya lihat dan rasakan juga saat itu seperti; alunan lagu, prosesi, bangunan semua hampir sama. 

Mama memotong daun pandan.
Mama membuat wadah pembuatan nasi Kaboro untuk salah satu menu Makan Papita esok hari.
Para laki-laki yang memotong janur kelapa.
Lalu merangkainya membentuk seperti keranjang.
Tampa Siri yang sudah jadi.

Tampa Siri dibuat sebanyak empat buah, untuk ziarah ke empat tempat yang dikeramatkan esok hari. Prosesi selanjutnya adalah Putar Tampa Siri yang diawali dengan doa. Ritualnya, tetua lelaki memberikan Tampa Siri kepada tetua perempuan untuk diisi sambil memutar Tampa Siri tersebut.

4. Kasi Makan Negeri dan Bawa Tampa Siri (Ziarah Leluhur)


Pagi-pagi sekali, kami sudah tiba di Rumah Adat Ratu Naira untuk melakukan prosesi Kasi Makan Negeri. Kasi Makan Negeri dilakukan saat subuh sebelum matahari terbit. Pak Sofjan Djafar yang memimpin prosesi ini, dengan menabur bunga yang sudah didoakan ke perbatasan negeri (kampung adat) dan tepi pantai. 

Doa Kasi Makan Negeri.
Ritual Kasi Makan Negeri dilakukan sebelum matahari terbit.

Tujuan tradisi Kasi Makan Negeri adalah untuk memohon, menjaga negeri dari mara bahaya, dijauhkan dari penyakit dan musibah, meminta rezeki, rahmat, dan kesehatan. Ritual Kasi Makan Negeri menjadi pengingat untuk mengucap syukur atas berkat yang diberikan sang Pencipta melalui semesta yang mencukupkan kehidupan. Kasi Makan Negeri merupakan salah satu bentuk menjaga alam dari kerusakan.

Tampa Siri di Ruang Puang sebelum dibawa ziarah.
Tampa Siri yang dimasukkan ke dalam kotak.

Tampa Siri yang sudah dibuat beberapa hari sebelumnya itu, digunakan saat Ziarah Leluhur. Empat buah Tampa Siri dimasukkan ke dalam kotak lalu ditutup dengan kain. Beriringan dibawa dengan hati-hati oleh cakalele. Fyi, Cakalele itu sebenarnya nama tarian Maluku untuk menyambut perayaan adat. Cakalele menceritakan tentang semangat perjuangan nenek moyang untuk Jaga Banda. 

Nah para penari pria cakalele menemani Pak Sofjan untuk melakukan ritual Bawa Tampa Siri, yaitu ziarah ke makam leluhur. Tepat Jam 9 pagi, kami mulai melakukan perjalanan dan ziarah ke makam leluhur sebagai tempat yang dikeramatkan, yaitu Situs Parigi Laci, Situs Boi Kherang, Situs Batu Masjid, dan Situs Batu Kadera.

Disebut Parigi Laci karena bagian dalam sumur berbentuk seperti laci.
Pak Sofjan mengambil air dari sumur tadi untuk keperluan ritual dan wudhu. Sayapun diberi kesempatan untuk membersihkan muka dengan air sumur dari Parigi Laci. Segar sekali! Foto Irene oleh @elbinsaid
Situs Boi Kherang yang terletak di Bukit.

Boi Kherang, nama putri dari Kerajaan Lewetaka. Srikandi Banda yang memimpin perjuangan pada masa penjajahan Belanda, saat pembantaian besar-besaran terjadi di Banda. Peran Boi Kherang sangat penting saat terjadi genosida tahun 1621 yang hanya menyisakan kaum perempuan dan anak-anak. 


Singkat cerita, pembantaian disebakan karena kegigihan masyarakat yang mempertahankan komoditas pala, sehingga pada akhirnya Belanda melenyapkan para pria yang notabene-nya bekerja sebagai petani pala. Situs Boi Kherang terletak di atas bukit. Pada satu titik sesaat sebelum tiba di sana, kami diminta untuk melepaskan alas kaki sebagai bentuk penghormatan memasukki wilayah yang sakral. 

Situs Batu Masjid. Pada bagian bawah batu ada lubang berbentuk kubah masjid (foto sebelah kanan)
Situs Batu Kadera. Bentuknya seperti kadera/kursi, tempat para leluhur berkumpul dan bermusyawarah. Lokasinya ada di Pantai Malole.

5. Makan Patita


Setelah meletakkan dan mendoakan Tampa Siri di empat tempat keramat tadi, kami tiba kembali di Rumah Adat Ratu Naira dan disambut dengan lot-lot (pukulan alunan tifa). Sambil bersiap untuk mengikuti tradisi Makan Patita. Makan Patita merupakan makan bersama dengan menu kuliner khas Maluku untuk mempererat kebersamaan dan kekeluargaan.

Disambut dengan lantunan lot-lot dan para Orlima.
Makan Papita. Menu rumah yang nikmat, saya mencoba Nasi Kaboro (yang dibungkus daun pandan).

Menu yang disajikan sangat spesial dan banyak sekali, ada; kaboro, keladi, bakasang, ulang-ulang (salad khas Banda), kasuami/suami karena ternyata banyak juga orang Sulawesi di Banda. Saya pernah mencicipi Kasuami sebelumnya saat berkunjung ke Buton Tengah

6. Doa dan Ziarah ke Makam Des Alwi


Waktu itu, kami diminta bertemu di Hotel Maulana. Bangunan yang unik membuat saya ingin lebih tahu tentangnya. Saat itu, saya baru tahu kalau Hotel Maulana milik Des Alwi yang merupakan sosok penting di Banda Neira. Dalam rangkaian Festival Lewetaka tentu semangat Des Alwi harus dikobakan untuk anak-anak muda Jaga Banda.

Doa Bersama untuk Tokoh Banda Neira, Des Alwi.
Ziarah ke makam Des Alwi.

Doa bersama untuk Des Alwi Abubakar dilakukan di Rumah SBY, bangunan yang juga milik beliau. Des Alwi Abubakar, anak angkat Bung Hatta dan Sjahrir yang berperan dalam saksi sejarah kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah doa besama, kami ziarah ke makan Des Alwi sebagai bentuk penghormatan atas jasa dan perjuangannya Jaga Banda.  

7. Malam Pentas Rakyat Festival Lewetaka


Malam Pentas Rakyat Festival Lewetaka diselenggarakan di Pantai Karsen dengan pemandangan Gunung Api Banda yang megah. Masyarakat dari Negeri Namasawar, Fiat, dan Ratu turut memeriahkan acara malam ini. 

Ada Tarian Cakalele dan Tarian Maruka. Tarian Cakalele memiliki makna yang dalam, menggambarkan peperangan para leluhur demi menjaga Banda Neira. Dua anak perempuan yang di tengah pada Tarian Maruka digambarkan sebagai putri dari Negeri Namasawar. Perempuan yang menari di sekelilingnya disebut Mai Mai. 

Mai Mai adalah simbol Ibu Banda Neira karena perempuanlah yang mengisi kekosongan peran kaum pria pasca Genosida 1621. Masyarakat Banda Neira sangat menjunjung tinggi adat (tanah), agama (pluralitas), dan marwah perempuan.

Tarian Cakalele
Tarian Maruka.
Kostum Orang Kaya Banda.
Pentas Seni Rakyat berjalan dengan meriah dan sukses. 

Salah satu penampilan yang menarik perhatian saya adalah teatrikal "Penyu dan Laut Banda". Ceritanya mengisahkan tentang penyu yang terganggu karena habitatnya terancam karena sampah plastik. Penyu makan ubur-ubur. Namun penyu mengira, namun plastik yang berkeliaran di laut dikira makanannya. 

Kreatif banget bikin properti Penyu.

Festival Lewetaka merupakan momentum bangkitnya nilai adat dan budaya Banda Neira yang harus dilestarikan. Senang sekali dengan masyarakat Banda Neira yang antusias dengan Festival Lewetaka. Semoga tahun depan, tujuh negeri yang ada di Banda Neira bisa memeriahkan festival ini. Sampai jumpa kembali Banda Neira. Jaga Banda!


Salah satu mural yang dibuat masyarakat Banda. Bagus sekali!

...

Keep in Touch
Thanks for reading!

0 komentar: